menu label

Label

Selasa, 26 April 2016

KONSTRUKTIVISME DALAM PEMBELAJARAN PAI




KONSTRUKTIVISME DALAM PEMBELAJARAN PAI
Makalah ini diajukan sebagai
tugas mata kuliah CTL (Contextual Teaching Learning)
Dosen Pengampu
Mar’atus Sholihah, M.Pd.I.








Makalah ini disusun oleh kelompok I
1.      Slamet Nurul Ihsan
2.      Abdul wafi

JURUSAN PENDIDIKAN AGAMA ISLAM
FAKULTAS ILMU TARBIYAH DAN KEGURUAN
SEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM
AL-FALAH AS-SUNNYYAH
KENCONG-JEMBER
2016


KATA PENGANTAR
Puji syukur marilah kita panjatkan kepada Allah SWT. Semoga sholawat dan salam selalu terlimpah kepada junjungan kita Nabi Muhammad SAW. Keluarganya, sahabat-sahabatnya dan kita semua sebagai umat yang ta’at dan turut terhadap ajaran yang dibawanya yakni Ad-Diin Al-Islamu.
Terkait tentang pembelajaran dan kita lihat posisi kita sebagai calon guru atau calon pendidik, dimana kita tidak lepas dari sebuah teori teori pembelajaran, kita sebagai guru harus bisa memilih teori-teori yang baik atau yang sinkron untuk kita pakaic untuk itu disini kami akan menjelaskan sedikit mengenai teori konstruktivisme,
Melihat tentang devinisi konstruktivisme yang mempunyai arti membangun kepada peserta didik, untuk itu kiranya kita membahas teori ini
Harapan kami semoga makalah ini dapat membawa manfaat untuk kita semua serta bermanfaat bagi siapa saja yang membacanya. Amiiiin
Selamat membaca


DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR------------------------------------------------------------
DAFTAR ISI-------------------------------------------------------------------------
BAB I PENDAHULUAN---------------------------------------------------------
A.    RUMUSAN MASALAH-----------------------------------------
B.     TUJUAN PEMBAHASAN---------------------------------------
BAB II PEMBAHASAN----------------------------------------------------------
A.    Pengertian Konstruktivisme---------------------------------------
B.     Konsep Belajar Konstruktifisme Perspektif PAI------------------
1.      Pandangan Tentang Belajar-----------------------------------
2.      Strategi Belajar------------------------------------------------
3.      Model Belajar-------------------------------------------------
C.     Proses Belajar Konstruktivisme-----------------------------------
BAB I
PENDAHULUAN
            Belajar merupakan suatu proses perubahan tingkah laku, merubah dari yang buruk menjadi yang baik. Merubah dari yang tidak mengerti menjadi mengerti. Itulah belajar dimana manusia sebagai objek sekaligus subjek didalamnya, dalam filsafat dikatakan manusia itu disamakan dengan binatang. Jika binatang memiliki pengetahuan, tetapi terbatas hanya untuk mempertahankan jenisnya. Jika manusia mempu menalar, (berfikir logis dan analitis), mengembangkan pengetahuannya sehingga disebut homo sapien.
            Belajar yang merubah tingkah laku konstruktivisme adalah membangun, dimana seorang yang belajar itu harus membangun dirinya sendiri. Mencari sendiri ilmu pengetahuam, tetapi tidak dilepaskan begitusaja oeh guru, guru membimbing, mengarahkan, memotivasi untuk membagun peserta didik. Itulah pembelajaran konstruktivisme
A.    RUMUSAN MASALAH
1.      Apakah pengertian teori belajar Kontruktivisme
2.      Bagai mana konsep konstruktivisme dalam Pembelajaran PAI
3.      Bagai mana Proses Belajar Konstruktivisme
B.     TUJUAN PEMBAHASAN
Dalam hal ini tujuannya tidak lain ialah untuk mengetahui tentang pembelajaran konstruktivisme perspektif PAI, dalam hal ini agar kita mengetahui tentang apa itu konstruktivisme, dan bagaimana konsep konstruktivisme didalamnya kita membahas tentang pandangan tentang belajar, strategi belajar, dan model belajar. Dan selanjutnya tentang bagai mana proses belajar menurut konstruktivisme, didalamnya membahas tentanf posisi pelajar, posisi guru dll
BAB II
PEMBAHASAN
            Menurut Von Glaservled pengertian konstruktif kognitif muncul pada abad ke-20  dalam tulisan Mark Baldwin yang secara luas di perdalam dan di sebarkan oleh Jean Piaget. Namun, bila ditelusuri lebih jauh, gagasan pokok tentang konstruktivisme sebenarnya sudah dimulai oleh Giambatissta Vico, seorang epistimolog dari Italia. Dialah kemudian yang menjadi cikal bakal konstruktivisme.
Pada sekitar tahun 1710, vico dalam karyanya De Antiquissima Italorum Sapientia, mengungkapkan filsafat dengan berkata “Tuhan adalah pencipta alam semesta dan manusia adalah tuan dari ciptaan”. Dia menjelaskan bahwa, mengetahui berarti mengetahui bagaimana membuat sesuatu. Ini berarti bahwa seseorang itu baru mengetahui sesuatu jika ia dapat menjelaskan unsur-unsur apa yang membangun sesuatu itu. Menurut Vico, hanya Tuhan sajalah yang dapat mengerti alam raya ini, karena dia yang tahu bagaimana membuatnya dan dari apa Ia membuatnya. Sementara itu orang hanya dapat mengetahui sesuatu yang telah dikonstruksinya. Menurut Vico, pengetahuan tidak lepas dari orang (subyek) yang tahu.[1]
A.    Pengertian Konstruktivisme
Istilah constructivism (yang dalam Bahasa Indonesia diserap menjadi konstruksivisme) berasal dari kata kerja Inggris "to construct". Kata ini merupakan serapan dari bahasa Latin "con struere" yang berarti menyusun atau membuat struktur.[2]
Dalam bukunya Arina Restian konstruksi berarti bersifat membangun, dalam konteks filsafat pendidikan, konstruktifisme adalah suatu upaya membangun tata susunan hidup yang berbudaya modern. Konstruktivisme merupakan landasan berfikir (filosofi) pembelajaran konstekstual yaitu bahwa pengetahuan dibangun oleh manusia sedikit demi sedikit, yang hasilnya diperluas melalui konnteks yang terbatas. Pengetahuan bukanlah seperangkat fakta-fakta, konsep, atau kaidah yang siap untuk diambil dan di ingat. Manusia harus mengkontruksi pengetahuan itu dan member makna melalui pengalaman nyata.[3]
Pendapat arina Restian sama halnya dengan Prof. Dr. dr. Stefanus Supriyanto. MS.yang mengatakan tentang ilmu pengetahuan. Menurutnya ilmu adalah kumpulan pengetahuan yang disusun secara konsisten. [4] Pada dasarnya perspektif  ini mempunyai asumsi bahwa pengetahuan lebih bersifat kontekstual daripada absolut, yang memungkinkan adanya penafsiran jamak (multiple perspektives) bukan hanya satu perspektif saja. Hal ini berarti bahwa “pengetahuan dibentuk menjadi pemahaman individual melalui interaksi dengan lingkungan dan orang lain”. Peranan kontribusi siswa terhadap makna, pemahaman, dan proses belajar melalui kegiatan individual dan sosial menjadi sangat penting. Perspektif konstruktivisme mempunyai pemahaman tentang belajar yang lebih menekankan proses daripada hasil akan tetapi hasil juga hal yang penting.[5]
Dari keterangan diatas dapat ditarik kesimpulan bahwa teori ini memberikan keaktifan terhadap manusia untuk belajar menemukan sendiri kompetensi, pengetahuan atau teknologi, dan hal lain yang diperlukan guna mengembangkan dirinya sendiri. Adapun tujuan dari teori ini adalah :
1.      Adanya motivasi untuk siswa bahwa belajar adalah tanggung jawab siswa itu sendiri. Mengembangkan kemampuan siswa untuk mengajukan pertanyaan dan mencari sendiri pertanyaannya
2.      Membantu siswa untuk mengembangkan pengertian dan pemahaman konsep secara lengkap
3.      Mengembangkan kemampuan siswa untuk menjadi pemikir yang mandiri. Lebih menekankan kepada proses bejar bagaimana belajar yang sesungguhnya itu.
B.     Konsep Belajar Konstruktivisme Perspektif PAI
1.      Pandangan Konstruktivisme Tentang Belajar
Salah  satu  prinsip  Psikologi  Pendidikan  adalah  bahwa  guru  tidak  begitu  saja memberikan  pengetahuan  kepada  siswa, tetapi  siswalah  yang  harus  aktif membangun pengetahuan dalam pikiran mereka sendiri.[6] Dalam teori ini siswa diharapkan berfikir secara kritis, berfikir kritis lebih banyak berada dalam kendali otak kiri dengan focus pada menganalisis dan mengembangkan berbagai kemungkinan dari masalah yang dihadapi. Para ahli mengatakan berfikir kritis adalah “ berfikir yang lebih baik”. Pandangan ini menyarankan bahwa belajar untuk berfikir secara kritis, informasi untuk tujuan membuat pilihan dengan dukungan informasi yang tepat. Dengan demikian, dalam proses pembelajaran, siswa harus terus diberikan bantuan agar mampu mengembangkan pola-pola berfikir kritis dengan menggunakan informasi yang memadai. [7]
Dalam term Islam, seorang peserta didik dikenal dengan istilah thalib. Kata thalib berasal dari akar kata thalaba-yathlubu yang berarti mencari atau menuntut.[8] Dengan demikian seorang peserta didik adalah seorang yang haus akan ilmu pengetahuan.
Umat islam umumnya menaruh perhatian secara serius terhadap kegiatan belajar, karena belajar adalah diperintahkan  Bahkan dalam islam hokum mencari ilmu hukumnya wajib, dalam hadits dikatakan
عَنْ أَنَسِ بْنِ مَلِكٍ قَلَ. قَلَ رَسُولُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمِ .......... فَرِيْضَةُ عَلَى كُلِّ مُسْلِمٍ.. [9]
Dalam hadits nabi banyak di jelaskan tentang menutut ilmu dan keutamaan orang yang mencari ilmu, sebagai contoh hadits Nabi “sesungguhnya malaikat itu membentangkan sayapnya kepada penuntut ilmu tanda rela, dengan usahanya itu” [10]
Bahkan dalam al-Qur’an sering sekali kita disinggung dengan kata afala yatafakkarun….. “ apakah engkau tidak berfikir?? Allah menyuruh kita untuk berfikir mencari ilmu pengetahuan. Bahkan dalam ayat lain yang lebih spesifik menjelaskan tentang berfikir yang dijelaskan pada surat Ali-Imran 190-191.[11]
إِنَّ فِي خَلْقِ السَّمَاوَاتِ وَالأرْضِ وَاخْتِلافِ اللَّيْلِ وَالنَّهَارِ لآيَاتٍ لأولِي الألْبَابِ۝ الَّذِينَ يَذْكُرُونَ اللَّهَ قِيَامًا وَقُعُودًا وَعَلَى جُنُوبِهِمْ وَيَتَفَكَّرُونَ فِي خَلْقِ السَّمَاوَاتِ وَالأرْضِ رَبَّنَا مَا خَلَقْتَ هَذَا بَاطِلا سُبْحَانَكَ فَقِنَا عَذَابَ النَّارِ
Artinya : Sesungguhnya dalam penciptaan langit dan bumi, dan silih bergantinya malam dan siang terdapat tanda-tanda bagi orang-orang yang berakal, (yaitu) orang-orang yang mengingat Allah sambil berdiri atau duduk atau dalam keadaan berbaring dan mereka memikirkan tentang penciptaan langit dan bumi (seraya berkata): "Ya Tuhan kami, tiadalah Engkau menciptakan ini dengan sia-sia. Maha Suci Engkau, maka peliharalah kami dari siksa neraka.
Ayat diatas adalah penjelasan bagi umat islam yang berdzikir dan berfikit. Berdzikir identik dengan sholat, sedangkan berfikir identik dengan memahami alam semesta dengan hokum-hukumnya yang berlaku. Tidak sempurnya umat manusia yang hanya mampu berdzikir, tetapi tidak berfikir, demikian sebaliknya yang mengandalkan berfikir, tetapi lupa berdzikir.[12]
Dalam pendidikan Islam mengisyaratkan adanya tiga macam dimensi dalam upaya mengembangkan kehidupan manusia, yaitu :
1.      Dimensi kehidupan duniawi yang mendorong manusia sebagai hamba Allah untuk mengembangkan dirinya dalam ilmu pengetahuan, ketrampilan, dan nilai nilai islam yang mendasari kehidupan
2.      Dimesi kehidupan ukhrawi yang mendorong manusia untuk mengembangkan dirinya dalam pola hubungan yang serasi dan seimbang dengan tuhan.
3.      Dimensi hubungan antara kehidupan duniawi dan ukhrawi yang mendorong manusia untuk berusaha menjadikan dirinya sebagai hamba  Allah yang utuh dalam bidang ilmu pengetahuan. [13]
Pendekatan Konstruktivistik dalam belajar dan pembelajaran di dasarkan pada perpaduan antara beberapa penelitian dalam psikolog kognitif dan psikolog sosial, sebagai  tehnik-tehnik  dalam  modifikasi  prilaku  yang  didasarkan  pada  teori operant  condisioning  dalam  psikolog  behavioral. Premis  dasarnya  adalah  bahwa individu  harus  secara  aktif  ‘membangun’  pengetahuan  dan  keterampilanya  dan informasi  yang  ada  diperoleh  dalam  proses  membangun  kerangka  oleh  pelajar dari lingkungan di luar dirinya.[14]
Dalam teori ini belajar bukanlah proses teknologisasi (robot) bagi siswa, melainkan proses membangun imajinasi atau penghayatan terhadap suatu materi yang disampaikan. Dalam kehidupan anak-anak, imajinasi merupakan aktivitas yang menjadi cirri dinamika prilaku anak anak, terutama melalui aktivitas bermain. Oleh karena itu, imajinasi harus menjadi alat pembelajarn terutama bagi anak anak pada usia dini atau pada kelas kelas rendah. [15]
Dalam teori ini kreativitas dan keaktifan siswa akan membantu untuk berdiri sendiri dalam kehidupan kognitif mereka. Mereka akan terbantu menjadi orang yang kritis menganalisis sesuatu hal karena mereka berfikir dan bukan meniru saja.
2.      Strategi Belajar
Pendekatan  belajar  konstruktivisme  memiliki  beberapa  strategi  dalam  proses belajar. Strategi-strategi belajar tersebut adalah:  Top Down Processing, Cooperative Learning, Generative Learning.[16]
Top-down Processing. Artinya Dalam pembelajaran konstruk-tivisme, siswa belajar dimulai  dari  masalah  yang  konpleks  untuk  dipecahkan, misalnya, siswa diminta  untuk  menulis  kalimat-kalimat, kemudian  dia  akan  belajar  untuk membaca, belajar  tata  bahasa  kalimat-kalimat  tersebut, dan  kemudian bagaimana  menulis  titik  dan  komanya. Intinya dalam belajar harus dimulai secara bertahap, mulai yang rendah hingga yang tinggi.
Dalam pendidikan Islam Rasulullah selalu memerhatikan cara-cara bertahap.  Beliau mempriotaskan hal yang paling penting dari yang terpenting, mengajari sedikit demi sedikit, dan poin demi poin, supaya lebih mudah di terima akal dan lebih merasuk di dalam hati peserta didik.
Berkenaan dengan ini, Ibnu Abdul Barr dalam kitab Jami’ Bayan al-‘Ilm meriwayatkan kisah dari yunus bin Yazid berikut: Ibnu Syihab bertutur kepadaku, “yunus, jangan kau tentang ilmu. Sebab ilmu adalah lembah. Mana saja yang kau mulai (mempelajarinya), kau akan berhenti sebelum sampai padanya. Meski demikian, ambillah ilmu itu perlahan, hari demi hari, malam demi malam, jangan kau ambil ilmu dalam sekali waktu, sebab siapa yang melakukan itu, ilmu itu juga akan hilang dalam sekali waktu. [17]
Cooperative Learning, yaitu strategi yang digunakan untuk proses belajar, di mana siswa akan lebih mudah menemukan secra konprehensif konsep- konsep  yang  sulit  jika  mereka  mendiskusikannya  dengan  siswa  yang  lain tentang  problem  yang  diahadapi. Dalam  strategi  cooperative  learning, siswa  belajar  dalam  pesang-pasangan  atau  kelompok  untuk  saling membantu memecahkan problem yang dihadapi. Strategi Cooperative Learning ini sama halnya dengan strategi yang digunakan pada agama isam, dalam ajaran islam sudah di jelaskan mengenai Ijma’ dimana pengertian dari Ijma’ adalah kesepakatan para ulama’ fiqih yang hidup dalam satu periode, dengan tanpa ada pengengkiran.
Generative Learning. Strategi ini menekankan pada adanya integrasi yang aktif  antara  materi  atau  pengetahuan  yang  baru  diperoleh  dari  skemata. Sehingga  dengan  menggunakan Generative  Learning  diharapkan  siswa lebih  melakukan  proses  adaptsi  ketika  menghadapi  stimulus  baru. Selain itu  juga, generative  learnig  mengajarkan  sebuah  metode  yang  untuk melakukan  mental  saat  belajar, seperti  membuat  pertanyaan, kesimpulan, atau analogi-analogi terhadap apa yang sedng dipelajari. [18]

3.      Model Belajar
Pengembangan metode dan teknik pembelajaran, dalam perkembangan di dunia pendidikan pengembangan metode dan teknik pembelajaran sangat pesat dan para pakar pendidikan pun lebih giat memikirkan metode apa yang akan digunakan dalam pembelajaran sesuai dengan cara penggunaannya, metode pembelajaran dikalangan pendidikan diantaranya : metode ceramah, metode demonstrasi, metode diskusi, metode tutorial, metode simulasi, metode praktikum, metode proyek. [19]
Pendapat Arina Restiana diatas hampir sama dengan pendapatnya Moh. Haitami Salim & Syamsul kurniawan. Dalam bukunya terdapat tiga kelompok metode pembelajaran diantaranya adalah:Metode Pemahaman, Metode Penyadaran, Metode Amaliyah
1)      Metode Pemahaman
a)      Penggunakan akal (rasio). Metode ini merupakan salah satu cara yang dianjurkan Al-Qur’an yang dijelaskan dalam beberapa ayat. Dalam metode ini manusia dianjurkan agar memfungsikan akal secara optimal untuk mencari kebenaran dan kesalahan, serta untuk membedakan antara yang haq dan yang batil. [20]
Metode ini sangat berkaitan dengan tujuan teori konstruktivisme diantaranya adalah bertujuan untuk menghasilkan individu atau anak yang memiliki  kemampuan berfikir untuk menyelesaikan setiap persoalan yang dihadapi.[21]
b)      Tamsil . Metode ini digunakan untuk memudahkan dalam menjelaskan sesuatu yang immateri dengan cara yang mudah dengan memberikan tamsil (perumpamaan) agar mudah di cerna oleh rasio. Tamsil ini merupakan salah satu metode yang dominan digunakan untuk menyampaikan pesan ilahi yang tertuang dalam kitab suci. Firman Allah
وَتِلْكَ الأمْثَالُ نَضْرِبُهَا لِلنَّاسِ وَمَا يَعْقِلُهَا إِلا الْعَالِمُونَ
Artinya: Dan perumpamaan-perumpamaan ini Kami buatkan untuk manusia; dan tiada yang memahaminya kecuali orang-orang yang berilmu. [22]
Metode tamsil ini juga sama persepsinya dengan teori konstruktivisme, dimana pada metode ini anak didik juga harus menggunakan imajinasinya. Dimana imajinasi sebagai satu bentuk prilaku kognitif merupakan satu wujud cirri manusiawi sebagai makhluk berakal yang memiliki daya nalar sehingga mampu mengontruksi dalam alam fikiran tanpa bersentuhan dengan rangsangan fisik didunia nyata.[23]
c)      Mengambil pelajaran peristiwa masa lalu. Metode ini dipakai Al-Qur’an ketika masa turun, yang mana Al-Qur’an diturunkan secara gradual sesuai dengan situasi peristiwa. Al-Qur’an mengarahkan manusia mencari pengalaman yang dijadikan pelajaran dan setiap hambatan dicarikan upaya pemecahan. Peristiwa masa lalu merupakan sarana yang efektif untuk menghubungkan materi pengajaran dengan kondisi jiwa peserta didik untuk menghantarkan kepada kesuksesan. Inilah rahasia Al-Qur’an diturunkan secara berangsur-angsur sesuai dengan kebutuhan dan keadaan. Supaya melatih peserta didik agar mampu berfikir kritis.[24]
Metode ini sesuai dengan cara berfikir filsafat, dimana ada empat kemampuan dasar dalam diri manusia yang harus selalu diasah dan di kembangkan. Salah satu kemampuan itu ialah, kemampuan analisis, yaitu kebiasaan berfikir analisis, artinya kemampuan manusia untuk bisa mengurai dari suatu makna menjadi makna yang lebih kecil dan mencoba memahami esensi atau hakikat, materi serta sifat yang menyusun makna tersebut. Dalam proses analisis kita dituntut untuk bisa mengambil makna dari hasil kegiatan mengurai tersebut. [25]


2)      Metode Penyadaran
Metode ini di konsentrasikan untuk memberikan kesadaran terhadap anak didik dalam menyerap nilai-nilai pendidikan melalui hal hal berikut
a)      Amar ma’ruf nahi munkar, memesan kebaikan, kesabaran, dan kedamaian. Setiap manusia diharapkan saling pesan memesan dalam rangka meniti kebaikan dalam kehidupan. Jika kita menganggap diri kita pengajar dan juga belajar, antara yang satu dengan yang lain tidak akan pernah merasa lebih. Yang kecil belajar dari yang besar dan yang besar mengajar yang kecil. Metode ini mencakup nilai demokrasi dalam pendidikan.
b)      Member mau’idzah dan nasihat. Secara umum Al-Qur’an adalah mau’idzhah bagi orang mukmin. Ia juga menjabarkan bahwa mau’idzhah kadang-kadang juga bersumber dari para pemimpin, orang tua, Nabi, Rasul, bahkan juga dari orang yang lebih kecil.
c)      Pemberian ganjaran dan hukuman. Apabila teladan dan nasihat tidak mampan, maka waktu itu harus diadakan  tindakan tegas yang dapat meletakkan persoalan di tempat yang benar. Tindakan tegas itu adalah hukuman. [26] hukuman merupakan alat pendidikan yang apabila akan digunakan harus difikirkan masak-masak, sebab hukuman belum tentu merupakan alternative yang sangat tepat untuk diberikan kepada anak. [27]
3)      Metode ‘amaliah (Praktik)
Dari pemahaman akan muncul kesadaran, dan kesadaran menjadi landasan dalam beramal. Metode ini merupakan hasil dari kedua metode sebelumnya dan diantara metode ini antara lain :
a)      Penugasan. Al-Qur’an menganjurkan agar perbuatan didasari pengetahuan, sehingga prilaku manusia adalah perilaku yang dapat dipraktikkan secara langsung sesame orang lain
b)      Keteladanan. Pengaruh yang dominan dalam pendidikan adalah melalui contoh untuk di praktikkan yang membantu perkembangan jiwa peserta didik. Al-Qur’an sangat memperhatikan terhadap metode ini untuk mengarahkan perjalanan masa depan manusia. Oleh karena itu, Rasul diutus oleh golongan msnusia  biasa untuk membuktikan bahwa syari’t Allah yang diturunkan mungkin dilaksanakan manusia.
Metode ini tidak hanya digunakan dalam masalah ketrampilan, akan tetapi juga untuk menanamkan nilai kepada peserta didik, sehingga tujuan yang diharapkan adalah membentuk manusia yang ‘abid, shaleh, yang mampu mengendalikan kehidupan bukan tertindas oleh kehidupan.[28]
C.    Proses Belajar
Pada bagian ini akan dibahas proses belajar dan pandangan kontruktifistik dan dan aspek-aspek si belajar, peranan guru, sarana belajar, dan evaluasi belajar.
proses belajar jika dipandang dari pendekatan kognitif, Psikologi kognitif senantiasa menekankan pentingnya pembelajar yang memiliki arah diri sendiri, memiliki strategi, dan refleksi. Penelitian telah membuktikan bahwa metakognisi pembelajar memegang peran penting dalam proses pembelajaran. Metakognisi secara umum memberikan dua dimensi berpikir yaitu: (1) apa yang diketahui oleh siswa mengenai pikirannya sendiri; dan (2) kecakapan mereka untuk menggunakan kesadaran mi untuk mengatur proses kognitifnya sendiri. Dengan demikian, (1) siswa akan lebih sadar terhadap kecakapan mereka sendiri untuk mengingat, belajar, dan memecahkan masalah; (2) siswa lebih strategis dalam pembelajaran dan lebih cakap dalam mengelola pembelajaran, berpikir, dan memecahkan masalah meneka sendiri.[29]
1.      Peranan siswa. Menurut pandangan ini belajar merupakan suatu proses pembentukan pengetahuan. Pembentukan ini harus dilakukan oleh si belajar. Ia harus aktif melakukan kegiatan, aktif berfikir, menyusun konsep, dan memberi makna tentang hal-hal yang sedang dipelajari. Guru memang dapat dan harus mengambil prakarsa untuk menata lingkungan yang memberi peluang optimal bagi terjadinya belajar. Namun yang akhirnya paling menentukan adalah terwujudnya gejala belajar adalah niat belajar siswa itu sendiri.
2.      Peranan guru. Dalam pendekatan ini guru atau pendidik berperan membantu agar proses pengkontruksian pengetahuan oleh siswa berjalan lancar. Guru tidak mentransferkan pengetahuan yang telah dimilikinya, melainkan membantu siswa untuk membentuk pengetahuannya sendiri.
3.      Sarana belajar. Pendekatan ini menekankan bahwa peranan utama dalam kegiatan belajar adalah aktifitas siswa dalam mengkontruksi pengetahuannya sendiri. Segala sesuatu seperti bahan, media, peralatan, lingkungan, dan fasilitas lainnya disediakan untuk mem.bantu pembentukan tersebut.
4.      Evaluasi. Pandangan ini mengemukakan bahwa lingkungan belajar sangat mendukung munculnya berbagai pandangan dan interpretasi terhadap realitas, kontruksi pengetahuan, serta aktifitas-aktifitas lain yang didasarkan pada pengalaman. [30]


BAB III
PENUTUP
SIMPULAN
Konstruktivisme berasal dari dua kata Konstruk yang artinya membangun sedangkan isme adalah faham dapat dijelaskan bahwa konstruktifisme adalah suatu kehidupan merancang dan membangun, dalam dunia pendidikan konstruktifisme diartikan sebagai kegiatan membangun siswa, ata siswa sendiri yang membangun atau yang merancang pengetahuannya
Konsep Belajar Konstruktifisme Perspektif PAI terdapat tiga bagian diantaranya :
1.      Pandangan Tentang Belajar
2.      Strategi Belajar
3.      Model Belajar

Proses Belajar Konstruktivisme ada 4 bagian diantaranya
1.      Peran siswa
2.      Peran guru
3.      Sarana belajar
4.      evaluasai
Dafar Pustaka
Abdul Fattah Abu Ghuddah, Muhammad Sang Guru, ( Temanggung, Armasta, 2015)
Arina Restiana, S.Pd., M.Pd, Psikologi Pendidikan Teori & Aplikasi (Malang : Universitas Muhammadiyah 2015 )
Choiruddin Hadhiri SP, Klasifikasi Kandungan Al-Qur’an. (Jakarta : Gema Insani Press, 1993)
Dr. H. Abdul Majid Khon, M.Ag, Hadits Tarbawi, ( Jakarta: Kencana, cet. Ke-2 , 2012)
Drs. Hasan Basri, M.Ag, Filsafat Pendidikan Islam, (Bandung: CV Pustaka Setia, 2009)
Moh. Haitami Salim & Syamsul Kurniawan, Studi Pendidikan Islam, ( Jogjakarta : Ar-Ruzz Media, 2012)
Makalah, Mahmud Noor Biyadli, Psikologi Belajar Pendidikan Teori Konstrruktivisme(UNMUH Surabaya 2012)
Nur Uhbiyati, Dasar Dasar Ilmu Pendidikan Islam, (Semarang: PT Pustaka Rizki Putra, 2013)
Prof. Dr. dr. Stefanus Supriyanto. MS Filsafat Ilmu, (Surabaya : Prestasi Pustaka Publisher 2013)
Prof. Dr. H. Mohamad Surya, Strategi Kognitif dalam Proses Pembelajaran, ( Bandung : Alfabeta 2015)
Skripsi, Ahmad Syarif, Guru Agama Ideal Dalam Perspektif Kontruktivisme (Jakarta : UIN Syarif Hidayatullah 2007)
Skripsi, Sukiman, Teori Pembelajaran dalam pandangan Konstruktivisme dan Pendidikan Islam
Skripsi, Yanto, Pendekatan Belajar Konstruktivisme Dalam Pembelajaran PAI,( Surabaya : IAIN Sunan Ampel, 2009)



[1] Skripsi, Ahmad Syarif, Guru Agama Ideal Dalam Perspektif Kontruktivisme (Jakarta : UIN Syarif Hidayatullah 2007), hlmn. 8
[2]  Skripsi, Sukiman, Teori Pembelajaran dalam pandangan Konstruktivisme dan Pendidikan Islam
[3] Arina Restiana, S.Pd., M.Pd, Psikologi Pendidikan Teori & Aplikasi (Malang : Universitas Muhammadiyah 2015 ), hlmn. 108
[4] Prof. Dr. dr. Stefanus Supriyanto. MS Filsafat Ilmu, (Surabaya : Prestasi Pustaka Publisher 2013), hlmn. 42
[5] Makalah, Mahmud Noor Biyadli, Psikologi Belajar Pendidikan Teori Konstrruktivisme(UNMUH Surabaya 2012)
[6]  Skripsi, Yanto, Pendekatan Belajar Konstruktivisme Dalam Pembelajaran PAI,( Surabaya : IAIN Sunan Ampel, 2009) Hlmn. 27
[7] Prof. Dr. H. Mohamad Surya, Strategi Kognitif dalam Proses Pembelajaran, ( Bandung : Alfabeta 2015), hlmn. 124
[8] Moh. Haitami Salim & Syamsul Kurniawan, Studi Pendidikan Islam, ( Jogjakarta : Ar-Ruzz Media, 2012), hlmn.181
[9] Dr. H. Abdul Majid Khon, M.Ag, Hadits Tarbawi, ( Jakarta: Kencana, cet. Ke-2 , 2012) hlmn. 139)
[10]  Nur Uhbiyati, Dasar Dasar Ilmu Pendidikan Islam, (Semarang: PT Pustaka Rizki Putra, 2013),hlmn.104
[11]  Choiruddin Hadhiri SP. Klasifikasi Kandungan Al-Qur’an. (Jakarta : Gema Insani Press, 1993)hlmn. 86
[12] Drs. Hasan Basri, M.Ag, Filsafat Pendidikan Islam, (Bandung: CV Pustaka Setia, 2009),hlmn.43
[13]  Drs. Hasan Basri, M.Ag, Filsafat Pendidikan Islam, (Bandung : Pustaka Setia, 2009), hlmn.11
[14] Skripsi, Yanto, Pendekatan Belajar Konstruktivisme Dalam Pembelajaran PAI,( Surabaya : IAIN Sunan Ampel, 2009) Hlmn. 27
[15] Prof. Dr. H. Mohamad Surya, Strategi Kognitif dalam Proses Pembelajaran, ( Bandung : Alfabeta 2015), hlmn. 107
[16]  Skripsi, Yanto, Pendekatan Belajar Konstruktivisme Dalam Pembelajaran PAI,( Surabaya : IAIN Sunan Ampel, 2009) Hlmn. 33
[17] Abdul Fattah Abu Ghuddah, Muhammad Sang Guru, ( Temanggung, Armasta, 2015), hlmn. 97
[18] Skripsi, Yanto, Pendekatan Belajar Konstruktivisme Dalam Pembelajaran PAI,( Surabaya : IAIN Sunan Ampel, 2009) Hlmn. 33
[19] Arina Restiana, S.Pd., M.Pd, Psikologi Pendidikan Teori & Aplikasi (Malang : Universitas Muhammadiyah 2015 ), hlmn. 105
[20]  Moh. Haitami Salim & Syamsul Kurniawan, Studi Pendidikan Islam, ( Jogjakarta : Ar-Ruzz Media, 2012), hlmn.217
[21] Arina Restiana, S.Pd., M.Pd, Psikologi Pendidikan Teori & Aplikasi (Malang : Universitas Muhammadiyah 2015 ), hlmn. 115
[22] Ibid Moh. Maitami Salim & Syamsul Kurniawan, hlmn.220
[23] Prof. Dr. H. Mohamad Surya, Strategi Kognitif dalam Proses Pembelajaran, ( Bandung : Alfabeta 2015), hlmn. 108
[24] Moh. Haitami Salim & Syamsul Kurniawan, Studi Pendidikan Islam, ( Jogjakarta : Ar-Ruzz Media, 2012), hlmn.224
[25] Prof. Dr. dr. Stefanus Supriyanto. MS Filsafat Ilmu, (Surabaya : Prestasi Pustaka Publisher 2013), hlmn. 97
[26] Nur Uhbiyati, Dasar Dasar Ilmu Pendidikan Islam, (Semarang: PT Pustaka Rizki Putra, 2013),hlmn.172
[27] Ibid, hlmn. 175
[28] Moh. Haitami Salim & Syamsul Kurniawan, Studi Pendidikan Islam, ( Jogjakarta : Ar-Ruzz Media, 2012), hlmn.232
[29] Prof. Dr. H. Mohamad Surya, Strategi Kognitif dalam Proses Pembelajaran, ( Bandung : Alfabeta 2015), hlmn. 11
[30] Skripsi, Yanto, Pendekatan Belajar Konstruktivisme Dalam Pembelajaran PAI,( Surabaya : IAIN Sunan Ampel, 2009) Hlmn. 34

Tidak ada komentar:

Posting Komentar